Kitab Undang Undang Hukum Pidana Militer

Thursday, 31 January 2013

Alat Bukti dan Barang Bukti.



Dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa ada lima alat bukti yang dapat digunakan dalam membuktikan apakah seseorang atau korporasi bersalah melakukan suatu tindak pidana yaitu :


1. Keterangan saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa


Kelima alat bukti inilah yang digunakan oleh aparat penegak hukum dalam memeriksa dan mengungkap suatu perkara pidana termasuk tindak pidana korupsi. Dengan adanya ketentuan khusus yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang mengubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999), maka di dalam ketentuan tersebut juga diatur atau disebutkan tentang alat-alat bukti yang dapat digunakan dalam mengungkap kasus korupsi. 

Walaupun dalam undang-undang korupsi juga diatur secara khusus tentang alat bukti yang dapat digunakan dalam memeriksa kasus korupsi, akan tetapi secara umum apabila terdapat ketentuan yang tidak diatur khusus dalam ketentuan tersebut, maka tetap berpedoman pada KUHAP sebagai payung hukum acara formil.


Sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP menentukan lima jenis alat bukti yang sah dan jika dihubungkan dengan jenis alat bukti tersebut, terdakwa baru dapat dijatuhi hukuman pidana apabila kesalahannya dapat dibuktikan dengan paling sedikit dua jenis alat bukti atau memenuhi prinsip minimum pembuktian ditambah dengan keyakinan Hakim.
Jenis alat bukti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya dalam Pasal 26 A yaitu :


1. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

2. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Berdasarkan Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa untuk menentukan pidana kepada terdakwa, maka menurut Ratna Nurul Afiah (1989:19), harus memenuhi unsur :
a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

b. Atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.


Menurut A. Hamzah (2004;112) menyatakan tentang barang bukti atau benda yang dapat disita yaitu :
Barang-barang kepunyaan tersangka yang diperoleh karena kejahatan dan barang-barang yang dengan sengaja telah dipergunakan untuk melakukan kejahatan.

Pasal 181 KUHAP mengatur tentang pemeriksaan barang bukti di persidangan, yaitu sebagai berikut :
a. Hakim, ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 Undang-Undang ini.

b. Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.

c. Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya meminta keterangan seperlunya tentang hal tersebut.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, tampak bahwa dalam proses pembuktian tindak pidana keberadaan alat bukti dan barang bukti itu sangat penting bagi hakim untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara yang sedang ditangani atau diperiksa. Pendapat dari Ratna Nurul Afiah (1989:20) bahwa :

Barang bukti dan alat bukti mempunyai hubungan yang erat dan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Misalnya : Si A didakwa telah mencuri kalung emas milik Si B seberat 10 gram, dalam persidangan untuk mengejar kebenaran apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum maka setelah memeriksa terdakwa dan saksi, hakim pun memperlihatkan barang bukti (kalung emas) tersebut, dan menanyakan kepada terdakwa dan saksi apakah ia mengenal kalung tersebut, dan apakah betul kalung tersebut yang dicuri oleh terdakwa dan apakah benar kalung itu adalah milik B dan seterusnya. Lebih lanjut di kemukakan bahwa apabila dikaitkan antara Pasal 184 ayat (1) KUHAP dengan Pasal 181 ayat (3) KUHAP, maka barang bukti itu akan menjadi keterangan saksi jika keterangan tentang barang bukti itu dimintakan kepada saksi atau keterangan terdakwa jika keterangan tentang barang bukti itu dimintakan kepada terdakwa.
Share:

Tuesday, 1 January 2013

KUHPM Indonesia



KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA MILITER

BUKU PERTAMA
BAB PENDAHULUAN
PENERAPAN HUKUM PIDANA UMUM
Pasal 1
(Diubah dengan UU No 9 Tahun 1947) Untuk penerapan kitab undang-undang ini berlaku ketentuan-ketentuan hukum pidana umum, termasuk bab kesembilan dari buku pertama Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 2
(Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Terhadap tindak pidana yang tidak atercantum dalam kitab undang-undang ini, yang dilakukan olehorang-orang yang tunduk pada kekuasan badan-badan peradilan militer, diterapkan hukum pidana umum, kecuali ada penyimpangan-penyimpangan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 3
(Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Ketentuan-ketentusan mengenai tindakan-tindakan yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan di atas kapal (schip) Indonesia atau yang berhubungan dengan itu, diterapkan juga bagi tindakan-tindakan yang dilakukan di atas perahu (vaartuig) Angkatan Perang atau yang berhubungan dengan itu, kecuali jika isi ketentuan-ketentuan tersebut meniadakan penerapan ini, atau tindakan-tindakan tersebut termasuk dalam suatu ketentuan pidana yang lebih berat.
BAB I
BATAS-BATAS BERLAKUNYA KETENTUAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 4
(Diubah dengan UU No 39 Tahun 1957) Ketentuan-ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia, selain darip[ada yang dirumuskan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, diterapkan kepada militer:
Ke-1,   Yang sedang dalam hubungan dinas berada di luar Indonesia, melakukan suatu tindak pidana di tempat itu;
Ke-2,   Yang sedang di luar hubungan dinas berada di luar Indonesia, melakukan salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam kitabn undang-undang ini, atau suatu kejahatan jabatan yang berhubungan dengan pekerjaannya untuk Angkatan Perang, suatu pelanggaran jabatan sedemikian itu, atau suatu tindak pidana dalamn keadaan-keadaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Pasal 5
(Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang, yang dalam keadaan perang, di luar Indonesia melakukan suatu tindak pidana, yang dalam keadaan-keadaan tersebut termasuk dalam kekuasaan badan-badan peradilan mliter.
BAB II
PIDANA

Pasal 6
Pidana-pidana yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini adalah:
a. Pidana-pidana utama:
    ke-1, Pidana mati;
    ke-2, Pidana penjara;
    ke-3, Pidana kurungan;
    ke-4, Pidana tutupan (UU No 20 Tahun 1946).
b. Pidana-pidana tambahan:
    ke-1, Pemecatan dari dinas militer dengan atau taznpa pencabutan haknya untuk memasuki Angkatan Bersenjata;
    ke-2, Penurunan pangkat;
    ke-3, Pencabutan hak-hak yang disebutkan pada Pasal 35 ayat pertama pada nomor-nomor ke-1, ke-2 dan ke-3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Pasal 7
(1) Untuk pidana-pidana utama dan pidana tambahan yang disebutkan pada nomor 3 dalam pasal tersebut di atas, berlaku ketentuan-ketentuan pidana yang senama yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sejauh mengenai pidana utama itu tidak ditetapkan penyimpangan-penyimpangan dalam iitab undang-undang ini.
(2) Penyimpangan-penyimpangan ini berlaku juga bagi pidana-pidana utama yang disebutkan dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang diancamkan terhadap suatu tindak pidana yang tidak diatur dalam kitab undang-undang ini.
Pasal 8
(1) (Disempurnakan dengan UU No 2 Pnps 1964) Pidana mati yang dijatuhkan kepada militer, sepanjang dia tidak dipecat dari dinas militer, dijalankan dengan ditembak mati oleh sejumlah militer yang cukup.
(2) (Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947 dan selanjutnya lihat UU No 2 Pnps 1964) Peraturan- peraturan selanjutnya tentang cara menjalankan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 9
Penguburan jenasah terpidana diselenggarakan dengan sederhana tanpa upacara militer, atau jika menjalankan pidana mati itu dilaksanakan di perahu laut dan jauh dari pantai, jenasah terpidana diterjunkan ke laut.
Pasal 10
Pidana penjara sementara atau pidana kurungan termasuk pidana kurungan pengganti yang dijatuhkan kepada militer, sepanjang dia tidak dipecat dari dinas militer dijalani di bangunan-bangunan yang dikuasai oleh militer.
Pasal 11
(1) Militer yang menjalani salah satu pidana tersebut pada pasal terdahulu, melaksanakan sesuatu pekerjaan yang ditugaskan sesuai dengan peraturan pelaksanaan pada Pasal 12.
(2) Ketentuan-ketentuan pada Pasal 20, 21, 23 dan 24 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak diterapkan kepada terpidana.
Pasal 12
(1) (Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Penunjukan rumah-rumah pemasyarakatan militer yang dimaksud pada Pasal 10, demikian pula tentang pengaturan dan penguasaan bangunan-bangunan itu, tentang pembagian para terpidana dalam kelas-kelas, tentang pekerjaan, tentang upah untuk pekerjaan itu, tentang pendidikan (pemasyarakatan), tentang ibadat, tentang tata tertib, tentang tempat tidur, tentang makanan dan tentangf pakaian diatur dengan perundang-undangan.
(2) (Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Peraturan-peraturan rumah tangga untuk bangunan-bangunan tersebut, jika perlu ditetapkan oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Pasal 13
(Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Untuk menjalani pidana penjara, pidana kurungan termasuk pidana kurungan pengganti oleh para terpidana, dalam keadaan-keadaan dan dengan cara yang ditentukan dengan undang-undang, dapat dijalankan di suatu tempat lain sebagai pengganti dari bangunan yang seharusnya disediakan bagi penjalanan pidana tersebut.
Pasal 14
Apabila seseorang dinyatakan bersalah karena melakukan suatu kejahatan yang dirumuskan dalam undang-undang ini dan kepadanya akan dijatuhkan pidana penjara sebagai pidana utama yang tidak melebihi tiga bulan, hakim berhak menentukan dengan putusan bahwa pidana tersebut dijalani sebagai pidana kurungan.
Pasal 15
Hak yang dimaksudkan pada Pasal 14.a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hanya digunakan apabila tidak akan bertentangan dengan kepentingan militer.
Pasal 16
Dalam perintah kepada terpidana yang dimaksud pada Pasal 14.a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, jika terpidana adalah militer, harus selalu ikut ditetapkan sebagai persyaratan umum, bahwa sebelum habis masa percobaannya ia tidak akan melakukan pelanggaran disiplin militer yang tercantum pada nomor ke-1 Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Militer yang bersifat berat, dan demikian pula mengenai pelanggaran disiplin militer yang tercantum pada nomor ke-2 sampai denganb ke6 pasal tersebut.
Pasal 17
Jika terpidana adalah militer, maka usul yang dimaksudkan pada ayat pertama Pasal 14.f. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dibuat berdasarkan keputusan dari Panglima/Perwira komandan langsungnya, keputusan mana tidak boleh diambil sebelum meminta pendapat dari pejabat yang berhak mengajukan usul tersebut.
Pasal 18
Apabila perintah diberikan untuk menjalani pidana, sesuai dengan Pasal 14.f. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kepada terpidana yang pada saat itu bukan seprang militer, atau tidak sedang dalam dinas yang sebenarnya, hakim dapat menentukan bahwa pidana-pidana tambahan yang dimaksudkan dalam Pasal 6.b. nomor ke-1 dan ke-2 tidak akan dijalankan.
Pasal 19
(Diubah dengan UU No 38 Tahun 1947) Apabila perintah yang dimaksudkan pada Pasal 14.a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah diberikan oleh suatu Mahkamah Militer Luar Biasa/khusus yang telah ditiadakan/dihentikan, maka yang dianggap sebagai pejabat yang dimaksud pada Pasal 14.a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah Jaksa/ Oditur Militer Agung, dan hak-hak yang dirumuskan pada Pasal-pasal 14.c. dan 14.f. Kitab Undang-undang Hukum Pidana dilaksanakan oleh Mahkamah Militer Agung.
Pasal 20
Apabila diberikan suatu tugas untuk memberi bantuan atau pertolongan sesuai dengan ayat kedua Pasal 14.d. atau ayat keempat Pasal 15.a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, maka tindakan-tindakan yang berhubungan dengan itu, harus dengan persetujuan Panglima/Perwira komandan langsung, jika terpidana bersyarat atau yang dibebaskan bersyarat berada dalam dinas yang sebenarnya.
Pasal 21

BAB III
PENIADAAN, PENGURANGAN DAN PENAMBAHAN PIDANA
Pasal 32
(Diubah dengan UU No 39 Tahun 1947) Tidak dipidana, barangsiapa dalam waktu perang, melakukan suatu tindakan, dalam batas-batas kewenangannya dan diperbolehkan oleh peraturan-peraturan dalam hukum perang, atau yang pemidanaannya akan bertentangan dengan suatu perjanjian yang berlaku antara Indonesia dengan negara lawan Indonesia berperang atau dengan suatu peraturan yang dutetapkan sebagai kelanjutan dari perjanjian tersebut.
Pasal 33

BAB IV
PERBARENGAN TINDAK PIDANA
Pasal 39
Berbarengan dengan putusan penjatuhan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, kecuali pidana-pidana yang ditentukan dalam Pasal 67 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tidak boleh dijatuhkan pidana lainnyselain daripada pemecatan dari dinas militer dengan pencabutan hak untuk memasuki Angkatan Bersenjata.

BAB V
TINDAK PIDANA YANG HANYA DAPAT DITUNTUT KARENA PENGADUAN
Pasal 40
Apabila salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam Pasal-pasal 287, 293 dan 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dilakukan dalam waktu perang oleh orang yang tunduk pada peradilan militer, maka penuntutannya dapat dilakukan karena jabatan.

BAB VI
HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA DAN MENJALANKAN PIDANA
Pasal 41

BAB VII
PENGERTIAN BEBERAPA ISTILAH DALAM KITAB UNDANG-UNDANG INI, PERLUASAN PENERAPAN BEBERA[A KETENTUAN
Pasal 45

BUKU KEDUA
KEJAHATAN-KEJAHATAN
BAB I
KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA
Pasal 64
BAB II
KEJAHATAN DALAM MELAKSANAKAN KEWAJIBAN PERANG, TANPA BERMAKSUD UNTUK MEMBERI BANTUAN
 
KEPADA MUSUH ATAU MERUGIKAN NEGARA UNTUK KEPENTINGAN MUSUH
Pasal 73
Pasal 81
Militer, yang dengan sengaja mengambil suatu barang yang ditentukan tidak termasuk rampasan perang, tanpa maksud untuk dengan melawan hukum memiliki barang itu, diancam dengan pidana penjara maksimum empat tahun.

BAB III
KEJAHATAN YANG MERUPAKAN SUATU CARA BAGI SESEORANG MILITER UNTUK
 
MENARIK DIRI DARI PELAKSANAAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN DINAS
Pasal 85
Militer, yang karena salahnya menyebabkan ketidakhadirannya tanpa izin diancam:
Ke-1, Dengan pidana penjara maksimum sembilan bulan, apabila ketidakhadiran itu dalam waktu damai minimal satu hari dan tidak lebih lama dari tiga puluh hari;
Ke-2, Dengan pidana penjara maksimum satu tahun, apabila ketidakhadiran itu dalam waktu damai, dfisebabkan terabaikan olehnya seluruhnya atau sebagian dari suatu perjalanan ke suatu tempat yang terletak di luar pulau di mana dia sedang berada yang diketahuinya atau patut harus menduganya ada perintah untuk itu;
Ketiga, Dengan pidana penjara maksimum satu tahun empat bulan apabila ketidakhadiran itu, dalam waktu poerang tidak lebih lama dari empat hari;
Ke-4, Dengan pidana penjara maksimum dua tahun, apabila ketidakhadiran itu dalam waktu perang, disebabkan terabaikan olehnya seluruhnya atau sebagian dari usaha perjalanan yang diperintahkan kepadanya sebagaimana diuraikan pada nomor ke-2, atau tergagalkannya suatu perjumpaan dengan musuh.
Pasal 86
Militer, yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin diancam:
Ke-1,   Dengan pidana penjara maksimum 1 tahun 4 bulan, apabila ketidakhadiran itu dalam waktu damai minimal 1 hari dan tidak lebih lama dari 30 hari.
Ke-2,   Dengan pidana penjara maksimum 2 tahun 8 bulan, apabila ketidakhadiran itu dalam waktu perang tidak lebih lama dari 4 hari.
Pasal 87
(1) Diancam karena desersi, militer:
Ke-1,   Yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang, menyeberang ke musuh, atau memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu;
Ke-2,   Yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih lama dari tiga puluh hari, dalam waktu perang lebih lama dari empat hari;
Ke-3,   Yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran izin dan karenanya tidak ikut melaksanakan sebagian atau seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti yang diuraikan pada pasal 85 ke-2.
(2) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.
(3) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan pidana penjara maksimum delapan tahun enam bulan.
BAB IV
KEJAHATAN TERHADAP PENGABDIAN
Pasal 97
(1) Militer, yang dengan sengaja, menghina atau mengancam dengan suatu perbuatan jahat kepada seorang atasan, baik di tempat umum secara lisan atau dengan tulisan atau lukisan, atau di hadapannya secara lisan atau dengan isyarat atau perbuatan, atau dengan surat atau lukisan yang dikirimkan atau yang diterimakan, maupun memaki-maki dia atau menistanya atau dihadapannya mengejeknya, diancam dengan pidana penjara maksimum satu tahun.
(2) Apabila tindakan itu dalam dinas, diancam dengan pidana penjara maksimum dua tahun.
Pasal 98

BAB V
KEJAHATAN TENTANG PELBAGAI KEHARUSAN DINAS
Pasal 118

BAB VI
PENCURIAN DAN PENADAHAN
Pasal 140
Diancam dengan pidana penjara maksimum tujuh tahun, barangsiapa yang melakukan pencurian dan dalam tindakan itu telah menyalahgunakan (kesempatan) tempat kediamannya atau perumahannya yang diperolehnya berdasarkan kekuasaan umum.
Pasal 141

BAB VII
PERUSAKAN, PEMBINASAAN ATAU PENGHILANGAN BARANG-BARANG KEPERLUAN ANGKATAN PERANG
Pasal 147
Barangsiapa, yang dengan melawan hukum dan dengan sengaja membunuh, membinasakan, membuat tidak terpakai ubntuk dinas atau menghilangkan binatang keperluan Angkatan Perang, diancam:
ke-1, Dengan pidana penjara maksimum sepunuh tahun, apabila tindakan itu dilakukannya, sementara ia termasuk suatu Angkatan Perang yang disiapsiagakan untuk perang.
ke-2, dengan pidana penjara maksumum lima tahun dalam hal lain-lainnya.
Pasal 148
Barangsiapa, yang dengan melawan hukum dan dengan sengaja merusak, membinasakan, membuat tidak terpakai atau menghilangkan suatu baang keperluan perang, ataupun yang dengan sengaja dan semaunya menanggalkan dari diri sendiri suatu senjata, munisi, perlengkapan perang atau bahan makanan yang diberikan oleh negara kepadanya, diancam:
ke-1, dengan pidana penjara maksimum sepuluh tahun, apabila tindakan itu dilakukannya sementara ia termasuk pada suatu Angkatanm Perang yang disiapsiakan untuk perang;
ke-2, dengan pidana penjara maksimum lima tahun, di luar hal-hal yang disebutkan pada sub ke-1 pasal ini dan ayat pertama dari Pasal 72.

KETENTUAN PENUTUP UMUM
Pasal 150
Kitab undang-undang ini dapat disebut sebagai "Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer".


sumber : http://henrik-blog2.blogspot.com

Share: